Profile

AL HABIB HASAN BIN JA'FAR ASSEGAF


Al-Habib Hasan Bin Ja'far Bin Umar Bin Ja'far Bin Syeckh Bin Segaf Bin Ahmad Bin Abdullah Bin Alwi Bin Abdullah Bin Ahmad Bin Abdurrahman Bin Ahmad Bin Abdurahman Bin Alwi Bin Ahmad Bin Alwi Bin Syeckh Abdurrahman Segaf Bin Muhammad Maula Dawilaih Bin Ali Bin Alwi Guyur Bin (Al-Faqihil Muqaddam) Muhamad Bin Ali Bin Muhammad Shohibul Marboth Bin Ali Gholi Ghosam Bin Alwi Bin Muhammad Bin Alwi Bin Ubaidillah Bin Ahmad Al-Muhajir Bin Isa Bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uraidhi bin Ja'far Sodiq Bin Muhammad Al-Baqir Bin Ali Zaenal Abidin Bin Al-Imam Husein Assibit Bin Imam Ali KWH Bin Fatimah Al-Batul Binti Nabi Muhammad SAW.

Beliau lahir pada tahun 1977 di Kramat Empang Bogor, guru mengaji beliau di waktu kecil untuk mengenal huruf Syaikh Usman Baraja dan di dalam bahasa Arab oleh Syaikh Abdul Qodir Ba'salamah, dalam ilmu Nahwu dah Shorof oleh Syaikh Ahmad Bafadhol.

Seperti biasanya di siang hari, kegiatannya seperti kegiatan anak-anak pada umumnya belajar di SD, SMP, SMA dan di lanjutkan di IAIN Sunan Ampel Malang.

Beranjak dewasa dia bersama kakeknya Husein bin Abdulloh bin Mukhsin Al Attas di rumah Habib Keramat Empang Bogor sering menyambut tamu-tamu yang mulia dan mendapatkan do'a-do'a dari mereka, di antara tamu ini adalah:
- Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf (Jeddah)
- Al Habib Muhammad bin Alwi Al Maliki (Mekkah)
- Al Habib Hasan bin Abdulloh As-Syathiri (Tarim)
- Al Habib Umar bin Hud Al Attas (Cipayung, Bogor)
- Al Habib Ahmad bin Muhammad Al Haddad (Condet, Jakarta)
- Al Habib Muhammad bin Ali Habsyi (Kwitang, Jakarta)
- Al Habib Abdulloh bin Husein Syami Al Attas (Jakarta)
- Al Habib Muhammad bin Abdulloh Al Habsyi (Banyuwangi)
- Al Habib Idrus Al Habsyi (Surabaya)
- Al Habib Muhammad Anis bin Alwi AL Habsyi (Solo)

dan masih banyak lagi para alim ulama yang dia temui di kala mereka ingin berziarah ke Maqam kakeknya Al Habib Abdulloh bin Mukhsin Al Attas, di karenakan do'a-do'a dari para alim ulama ini maka ia dapat belajar belajar ke pesantren Darul Hadist Al Faqihiyah, Malang, Sebagai pengasuh dan penemu yang mulia seperti Al Imam Al Qutub Al Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bil Faqih dan Al Imam AL Qutub Al Habib Abdulloh bin Abdul Qadir Bil Faqih berserta putra-putranya selama beberapa tahun, dan juga mencari guru yang di temuinya salah satunya adalah:
- Syaikh Abdulloh Abdun
- Al Habib Hasan bin Ahmad Baharun
- Al Habib Al Alamah Al Barokah Abdurrahman bin Ahmad Assegaf

Ilmu dan pengalaman yang ada di carinya selama beberapa tahun, memperkenalkan yang lebih ke diri sendiri dan jati, di karenakan keberkahan sang guru dan alim ulama. Selepas menuntut ilmu yang dia cari dari kota Malang dan lain-lain dia memutuskan untuk belajar bersama alim ulama yang berada di Jakarta dengan para Kiyai-Kiyai dan para Habaib.

Selama 1 tahun ia tidak keluar dari rumah kecuali untuk berziarah ke Maqom kakeknya Al Habib Abdulloh bin Mukhsin AL (Petunjuk) untuk mengajarkan ilmu Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW. Fitnah, cacian, makian dan hasut selalu menjadi kawan dia dari orang-orang yang belum mendapat petunjuk Allah SWT, dengan hati yang teguh prinsip dan yakin akan kebesaran Allah SWT dan Rasul-Nya tidak membuat gentar perjuangan dia untuk berdakwah, karena Allah menghendaki diterima Beberapa murid yang mengikuti dia untuk belajar, dan Allah tidak mendiamkan hamba-hambanya yang bertemu dengan dia tanpa ujian.

Cobaan yang terus berlanjut sampai akhirnya dia di tinggal oleh Ayahandanya yaitu Al Habib Ja'far bin Umar Assegaf, kesabaran yang disetujui akhirnya Allah SWT mengizinkan dari hamba-hambanya yang hanya beberapa orang yang berhasil mempelajari ilmu yang dibutuhkan.

Tahun demi tahun berlalu ujianpun meningkat tetapi karunai Allah SWT selalu di atas yang memuji Allah SWT senang dengan memperbanyak para hamba-hambanya untuk mengikutinya dan di namai perkumpulannya dengan nama “Majlis Nurul Musthofa”.

Dia menikahi salah satu cucu putri memenangkan Rasululloh SAW yaitu Syarifah Muznah binti Ahmad Al Haddad (Al Hawi) dan memiliki satu orang putri dan 2 orang putra mulai Allah SWT yang dibantu dengan mengaruniai satu bidang tanah untuk di tinggali oleh dia dan juga dengan murid- muridnya jadi Allah SWT diizinkan pula untuknya untuk berziarah ke luar negri seperti Yaman, Abu Dabi, Arab Saudi, dll.

Dengan karunia Allah SWT inilah Majlis Nurul Musthofa yang dia bina dengan cara mensyiarkan Sholawat dan Salam kepada Nabi Muhammad SAW dan mengenalkan pribadi Rasululloh SAW sebagai suri tauladan manusia dapat membantu mengambil hati manusia sebanyak 50.000 orang untuk bersolawat kepada Rasululloh SAW setiap minggunya.

Majlis yang dia bina ikut pula di do'akan oleh para alim ulama terkemuka pada zaman sekarang ini dan sempat duduk di Majlisnya di bawa adalah:
- Al Habib Muhammad Anis bin Alwi Al Habsyi
- Al Habib Abdurrahman bin Alwi Assegaf
- Al Habib Abdurrahman bin Muhammad Al Habsyi
- Al Habib Abdurrahman bin Muhammad Bil Faqih
- Al Habib Salim bin Abdulloh As-Syathiri

Serta masih banyak lagi yang lain yang disimpan menunggu dia di file Majlis Nurul Musthofa.
Di dalam buku dan membaca Kitab Annashohidiniyyah karangan Al Habib Abdulloh bin Alwi Al Haddad dan berbagai kitab lainnya yang di karang oleh para Salaffuna Sholihin.
Semoga dengan sedikit biografi yang lengkap ini Allah selalu memegang, melindungi syiar Islam di seluruh dunia dan menjadikan kita sebagai hamba-hamba Allah yang tidak putus dengan Rahmat-Nya.
Terima kasih kami kepada umat Islam yang telah membantu Majlis Nurul Musthofa

Habib Umar bin Hafidz dari Tarim, Hadhramaut, setelah meminta pertimbangan kepada Al-Alamah Habib Anis Al-Habsyi, mengubah nama majelis ta'lim menjadi “Nurul Muthofa”.

Habib Hasan adalah anak sulung Habib Ja'far Assegaf yang lahir di Bogor pada 26 Februari 1977. Ia memperoleh pendidikan awal dari yang berhasil, kemudian dipindahkan ke Pesantren Darul Hadits dan Darut Tauhid di Malang selama tiga tahun. Setelah itu ia juga sempat kuliah di IAIN Sunan Ampel, Malang.

Tahun 1998, Habib Hasan dibuka sekaligus memimpin Majelis Ta'lim Al-Irfan. Pengajian digelar di kediamannya, di Bogor, tepat di belakang rumah Habib Kramat Empang, Bogor.
Pada suatu malam, setelah shalat Istikharah dan sebelumnya melakukan ziarah ke makam kakeknya, Habib Abdullah bin Muhsin Alattas, di Bogor, Habib Hasan bermimpi. “Ana bermimpi bertemu Habib Kuncung (Habib Ahmad bin Alwi Al-Haddad). Dalam mimpi itu Habib Kuncung mengatakan agar ana berdakwah di Jakarta, ”tutur Habib Hasan.

Meminta saran itu datang dari habib kharismatis yang sudah tiada, Habib Hasan pun memulai dakwahnya di Jakarta.

Cahaya Manusia Pilihan
Mulai dia berjalan dari rumah ke rumah murid-muridnya. Enam bulan kemudian, seorang jama'ah datang membawa dengan membawa seorang pria pergi separuh baya. Pria itu meminta agar Habib Hasan meminta bantuan. "Ketika itu bingung, karena ana belum pernah memecahkan hal demikian," kenangnya. Namun, karena tidak ingin melupakan, Habib Hasan kemudian mengambil sebotol air putih dan membacakan Ratib Alattas. Botol itu kemudian dikirim kepada si sakit dengan pesan agar diminum setibanya di rumah.

“Dua hari kemudian orang itu kembali kemari dalam keadaan pulih,” ujar Habib Hasan.
Entah bagaimana, rupanya acara itu menyebar sehingga nama Habib Hasan mengambil dengan hal-hal yang bisa menyebabkan mistis dan supranatural. Namun yang jelas, sejak itu, jama'ahnya pun meningkat signifikan, menjadi seratus orang.

Awal 1999, Habib Umar bin Hud Cipayung wafat. Habib Umar adalah teman kakek Habib Hasan. Untuk menghormati teman kakeknya, Habib Hasan mencium kening almarhum dan berdoa, "Ya Allah, jadikan aku seperti almarhum dalam hal ilmu dan amal."
Satu bulan kemudian, jama'ah bertambah lagi, menjadi empat ratus orang.

Karena pertambahan jama'ah yang cukup besar itu, pada akhir tahun 1999, atas saran H. Jamalih bin H. Piun, sesepuh lokal, ia memindahkan tempat ta'lim ke Masjid Al-Ahyar di Kampung Kandang.
Saat saran itu dilaksanakan, yang hadir sekitar lima ratus orang.
Selanjutnya, jalan lebar seperti terbuka dengan sendirinya. Masjid-masjid sekitar Cilandak dibuka pintunya lebar-lebar untuk membuka acara majelis ta'lim Al-Irfan.

Tahun 2000, jama'ahnya bertambah lagi menjadi sekitar seratus ratus orang, yang berdatangan dari seluruh penjuru Jakarta. Melihat hal itu, Habib Umar bin Hafidz dari Tarim, Hadhramaut, setelah meminta pertimbangan kepada Al-Alamah Habib Anis Al-Habsyi, mengubah nama majelis ta'lim menjadi “Nurul Muthofa”, yang maknanya “Cahaya Manusia Pilihan”.

Dua tahun kemudian, 2002, syiar majelis ta'lim Nurul Musthofa kian meluas. Mulai dari Warung Buncit, Mampang Prapatan, Kuningan, Kalibata, hingga Kreo. Jumlah jama'ahnya pun bertambah, menjadi sekitar dua ribu orang.

Tahun 2003, Majelis Ta'lim Nurul Musthofa mengunjungi ulama-ulama besar, seperti Habib Abdul Qadir Al-Masyhur dari Makkah, Habib Zain bin Ibrahim bin Smith dan pimpinananya, Habib Muhammad, dari Madinah, juga Habib Salim Asy-Syatiri dari Tarim, Hadhramaut.

Fitnah Berdatangan
Tahun 2003 adalah tahun ujian untuk Habib Hasan. Selain membantah, Habib Ja'far, wafat pada bulan haji, fitnah pun berdatangan. Majelis Ta'lim Nurul Musthofa disampaikan sebagai majelis bid'ah, majelis syirik. Malah suatu hari, kompilasi ia bangun tidur, ranjangnya penuh dengan kalajengking.
Maka Habib Hasan pun segera bangkit dari tidur dan berdoa.

Dalam sekejap kalajengking-kalajengking itu mati semua.
Pada kali yang lain ia menemukan Perjalanan ular di kamarnya.
Tidak pernah selama satu bulan disetujui tidak bisa digerakkan. Selama kegiatan ta'lim diserahkan kepada adiknya, Habib Abdullah.

Kakinya pulih berkat bacaan rutin Subhanallah wa bihamdihi, Subhanallahil 'adhim, Astaghfirullah.
Sempat terlintas dalam benaknya akan meninggalkan kegiatan majelis ta'limnya itu. Tapi dibatalkan, karena tidak dibatalkan Al-Alamah Habib Abdurrahman Assegaf, Bukit Duri.

Setelah mendapat dukungan Habib Abdurrahman, raih semakin mantap. Dan untuk melakukan fitnah-fitnah itu, Habib Hasan melakukan ziarah ke makam para shalihin di berbagai tempat, seperti di Luar Batang, Kwitang, Bogor, Tegal, Pekalongan, Solo, Gresik, Surabaya, Bangil, Malang, dan lain-lain.

Salam Ibu
Suatu hari, Habib Hasan mengemukakan tentang ingin ia menikah.
Sang ibu merasa sangat bersyukur. Maklum, Habib Hasan adalah anak sulung. Lantas membiarkan menyodorkan 40 foto syarifah.

Habib Hasan kemudian mengambil satu dan menyimpan di kantung bajunya tanpa melihat wajah di gambar itu. Esokkan ia pergi ke Tegal, dan memakai baju yang sama. Jadi ia yakin foto syarifah memberikan izin itu masih ada di baju kantung.

Namun, kompilasi sampai di Tegal, foto itu raib. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya ke Solo. Ketika sampai di rumah Al-'Alamah Habib Anis Al-Habsyi di Solo, di kantungnya terasa ada sesuatu yang mengganjal. Setelah diraba, ternyata ganjalan itu adalah foto, yaitu foto syarifah pemberi izin.

Saat bertemu Habib Anis, Habib Hasan meminta pendapatnya tentang calon bicara yang menjawab di dalam foto itu. Sampai detik itu belum melihat wajah di foto itu.
Dan ternyata Habib Anis menyatakan disetujui terhadap kandidat tersebut.

Sekembalinya ke Bogor, Habitat An Hasan.
Maka selamat pun segera siapkan acara untuk melamar gadis itu. Pada saat berbicara Habib Hasan baru berani melihat wajah di foto yang telah dibawanya ke mana-mana itu, yang terbukti adalah Syarifah Muznah binti Ahmad Al-Haddad, keponakan Habib Abdul Qadir bin Ahmad Al-Haddad, Condet.
Lamaran tidak bertepuk sebelah tangan.

Sebulan kemudian, pernikahan dua sejoli itu dilangsungkan di rumah mempelai perempuan.
Kini pasangan yang telah dikaruniai tiga orang anak: Rogayah, 8 tahun, Attos Abdullah, 7 tahun, dan Ali, 6 tahun.

Setelah Habib Hasan berkeluarga, semuanya jadi tambah lancar. Jama'ahnya bertambah hingga enam ribu orang, tersebar di Jakarta Selatan dan Timur. Rata-rata tahun 2005 jumlah jama'ah mencapai 15 ribu orang.

Tahun berikutnya, Habib Hasan pindah ke Kampung Manggis di depan kantor Darul Aitam di Jalan Kahfi I, Jakarta Selatan. Di situ dia membangun rumah dan mushalla di atas tanah hibah dari H. Abdul Gofar, Hj. Nur Utami, dan H. Masturoh.

Pada tahun itu pula Habib Hasan mengukuhkan Yayasan Nurul Musthofa, yang diketuai oleh adiknya, Habib Abdullah bin Ja'far Assegaf, dan dia sendiri, dengan izin resmi dari Departemen Agama.
Tahun 2006, Majelis Ta'lim Nurul Musthofa berkembang semakin cepat.
Pada tahun ini pula, Habib Hasan mulai mendiami pulang sendiri yang juga menjadi kantor sekretariat Yayasan Nurul Musthofa.

Ulam Tiba
Pada tahun 2007, Yayasan Nurul Musthofa mulai mendirikan gedung khusus untuk kegiatan ta'lim di atas tanah hibah, yang didirikan di belakang kediaman Habib Hasan. Sementara itu kontur tanah tersebut begitu sulit untuk segera bisa merealisasikan pembangunan tersebut.
Tanah itu perlu diurug. Namun untuk menguruguhkan tanah yang tidak perlu. Apalagi kiri-kanan tanah tanah tersebut telah disetujui tembok-tembok tetangga.

Ketika menyadari hal itu, Rahman, tangan kanan Habib Hasan, menyatakan pesimistis.
Namun Habib Hasan dengan tenang menjawab, "Sabar saja, nanti juga akan ada tanah untuk mengurug." Benar juga, beberapa hari kemudian, Rahman menerima kedatangan tetangga yang ingin membuat kolam renang, sehingga akan melepaskan tanah yang cukup banyak.
"Pucuk dicita, ulam tiba," kata Rahman.

Maka, tanpa kesulitan, tanah dari tetangga sebelah dipindahkan ke rumah Habib Hasan.
Agenda Dakwah Kegiatan Majelis Ta'lim Nurul Musthofa berjalan sejak Senin hingga Sabtu, ba'da maghrib, yang dihadiri sekitar 300 hingga 400 jama'ah.

Malam Senin, pembacaan buku Syarah Ainiyah, karya Habib Ahmad bin Hasan Alattas. Malam Selasa, pembacaan Safinatun Najah, dilanjutkan dengan ziarah ke Makam Habib Kuncung di Kalibata. Malam Rabu, pembacaan shalawat dan kitab Riyadhus Shalihin. Malam Kamis pembacaan nama-nama Nabi SAW dengan qashidahan. Malam Jum'at, pembacaan Dalailul Khairat dan kitab Arbain Imam Nawawi, diteruskan ziarah ke makam Habib Salim bin Toha Al-Haddad. Dan malam Sabtu, pembacaan kitab Aqidatul Awam. Pada malam Ahad, Habib Hasan mengerahkan jama'ahanya untuk mengikuti majelis ta'lim yang berpindah-pindah sesuai undangan.

Para jama'ah itu dikoordinir di suatu tempat yang strategis dan kemudian membentuk konvoi menuju tempat acara bersama dia dan krunya dalam iring-iringan kendaraan roda empat dan roda dua. Di sepanjang jalan mereka mengumandangkan kalimah-kalimah tauhid dan sejenisnya.
Kapan sampai di tujuan, di sana memenangkan jama'ah yang lain telah menanti. Dan angkasa pun dimeriahkan dengan dentuman dan kilatan kembang api.

Setelah itu, acara ta'lim dimulai dan berlangsung sekitar dua hingga tiga jam.
Sekitar jam 00.00 acara usai dan para jama'ah membubarkan diri dengan tertib.
Di Wisma, Habib Hasan masih menggelar pengajian hingga subuh tiba.